Belum
bekerja, belum mapan, belum bisa membiayai anak istri adalah alas an-alasan
klasik ketika ada orang yang bertanya, “kok belum nikah?” atau pertanyaan
sejenisnya.
Ah, itu
adalah salah satu alasan dari sekian banyak alasan yang kita “cari-cari”. Hal
yang dikemukakan / paling sering dikemukakan orang tua / wali ketika menerima
pinangan seorang laki-laki terhadap putriya hal kemapanan calon suami putrinya.
Mereka seakan-akan berargumen materilah yang menjadi kunci utama kebahagian.
Para
salaf kita yang shalih tidak pernah memperumit masalah pernikahan. Mereka lebih
memilih sisi agama dan kemuliaan akhlaq. Bahkan , bila laki-laki tak kunjung dating,
mereka tak segan untuk menawarkan putrinya kepada orang shalih.
Oke ,
memang kita butuh uang untung melangsungkan pernikahan. Mulai dari walimahnya,
maharanya (yang merupakan rukun dari pernikahan) , sampai perencanaan hidup
berumah tangga kita butuh uang. Tapi , kesalahan yang selalu tersetting dalam
otak kita adalah definisi dari kemapanan itu seperti apa ? rumah mewah ? uang
belanja di mall-mall ternama ? mobil mewah ?
Islam
tidak pernah mengenalkan yang seperti itu . Yang dimaksudkan berkecukupan itu
adanya penghasilan untuk kehidupan sehari-hari.
وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ
عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ
اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ
“Dan
nikahlah orang-orang yang masih membujang diantara kalian, demikian pula
orang-orang yang shalih dari kalangan budak laki-laki dan perempuan. Bila
mereka dalam keadaan fakir, maka Allah akan mencukupkan mereka dengan segala
keutamaan dariNya”
Keberanian
mengambil sikap dalam suatu masalah adalah yang diajarkan islam. Jika kita
orang beriman, pasti pasti kita percaya dengan firmanNya , bukan ? Barakah tidak
pernah menuntut jumlah materi yang kita hasilkan, tetapi barakah akan
didapatkan dengan menghias hati bersama pasangan hidup kita , di bawah syari’atNya.
Inilah pernikahan islami. Sangat
indah bagi yang menjalaninya di bawah syari’atNya. Masihkah kita menjadikan “kecukupan
materi” itu beban ? kalo tak pernah mengerti sampai kapan usia kita, masihkah
berkata Ntar…Ntar… ketika ditanya “kapan nikah?” hhehe :D
0 komentar:
Posting Komentar